Panasnya Bumi Ini
Belakangan ini gue tuh ngerasain banget bumi ini semakin panas aja, walaupun kipas angin udah di nyala, masuk kamar AC di nyalain dan apa pun udah gue coba masih aja ke-
gerahan. Bahkan sekarang mandi yang tadinya 2 kali sehari seperti kebanyakan orang di Indonesia, sekarang karena kegerahan jadi 3 kali sehari ( udah kayak minum obat aja ), tapi walaupun udah mandi juga nggak lama kemudian kegerahan juga gue. Dulu nggak separah ini gerahnya paling hanya pas keluar rumah doang panas nya atau siang hari doang tapi ini udah di dalem rumah, malem-malem masih aja panas, apa perlu gue tambahin jadwal madi gue jadi 4 kali sehari? Lu pada tau nggak, baru-baru ini, Intergovernmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengam atan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya amat sangat mengejutkan, selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3o C.
Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040
(33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis
meleleh. Jika bumi terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi
kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan
makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir
terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga
akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula
nyawa manusia.Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia
(Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun. Sementara, Denpasar
mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C per tahun. Tanda
yang kasat mata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti
satu-satunya tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di
Papua. Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung
(2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk
Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka
diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta, seperti Kosambi,
Penjaringan, dan Cilincing; dan Bekasi, seperti Muaragembong, Babelan,
dan Tarumajaya akan terendam semuanya. Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan
global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub
mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi–termasuk laut
di seputar Indonesia–terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita
bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa
menyusut. Diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di
Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di
pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula
aset-aset usaha wisata pantai. Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang
panjang matahari (disebut juga gelombang panas/inframerah) yang
dipancarkan bumi oleh gas-gas
rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang
terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas
ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon
juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas
atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk
ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek
ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan
konsentrasi gas rumah kaca tadi.
Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batu bara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk
peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan
clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses
pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan
sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan.
Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan
AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu
rumah kaca. Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim.
Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah
memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut
perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim
hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari
normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang
merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta.
Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia, melainkan juga warga dunia. Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, Indonesia pantas malu
karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang
gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang
diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa
menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan
habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di
seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi
bisa menghirup udara bersih. Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.
Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi:
- Matikan listrik (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
- Ganti bola lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
- Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
- Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).
- Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
- Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
- Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.
- Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
- Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
- Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari:
Konsumsi energi bahan bakar fosil. Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju. Menurut Prof. Emil Salim, USA mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan 3 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton CO2/orang dengan jumlah 1 milyar penduduk.
Dengan
demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor
ini berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan
negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam
mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan
negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena
akumulasi banyaknya penduduk.
Sampah. Sampah menghasilkan gas
metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas
metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di
Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995
rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak
0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari.
Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan,
pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau
190 ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas
metana sebesar 9500 ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan
merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses terjadinya
pemanasan global.
Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan
yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas
rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di Indonesia
diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju
kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia
(2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh
kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan
menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran,
misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman
Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja
proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan
mempercepat terjadinya pemanasan global.
Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan, termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 % dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74%.
Pertanian dan peternakan. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas kaca sebesar 8.05% dari total gas kaca yang diemisikan ke atmosfer.
Sebagai sebuah fenomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan Indonesia dalam kondisi yang rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat terjadinya pemanasan global, Indonesia akan menghadapi peristiwa :
Pertama, Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), dan punahnya berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat dari masuknya atau merembesnya air laut, serta infrastruktur perkotaan yang mengalami kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut.
Kedua, Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.
Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu:
Kehutanan.
Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.
Perikanan.
Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka.
Pertanian.
Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
Kesehatan.
Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi
penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria
dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau
leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan
masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk
berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan
terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah
penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir.
Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih
sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman
seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Komentar